Kamis, 17 Desember 2009

KESENIAN KHAS BANJAR

SEJARAH DAN PERANAN MUSIK PANTING

A. PENGERTIAN MUSIK PANTING
Musik Panting adalah musik tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan. Disebut musik panting karena didominasi oleh alat musik yang dinamakan panting, sejenis gambus yang memakai senar (panting) maka disebut musik panting.

B. SEJARAH MUSIK PANTING

Pada awalnya musik panting berasal dari daerah Tapin, Kalimantan Selatan. Panting merupakan alat musik yang dipetik yang berbentuk seperti gabus Arab tetapi ukurannya lebih kecil. Pada waktu dulu musik panting hanya dimainkan secara perorangan atau secara solo. Karena semakin majunya perkembangan zaman dan musik panting akan lebih menarik jika dimainkan dengan beberapa alat musik lainnya, maka musik panting sekarang ini dimainkan dengan alat-alat musik seperti babun, gong,dan biola dan pemainnya juga terdiri dari beberapa orang. Nama musik panting berasal dari nama alat musik itu sendiri, karena pada musik panting yang terkenal alat musik nya dan yang sangat berperan adalah panting, sehingga musik tersebut dinamai musik panting. Orang yang pertama kali memberi nama sebagai musik panting adalah A. SARBAINI. Dan sampai sekarang ini musik panting terkenal sebagai musik tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan.

C. TOKOH-TOKOH MUSIK PANTING

Pada umumnya orang yang memainkan musik panting adalah masyarakat Banjar. Tokoh yang paling terkenal sebagai pemain panting adalah A. SARBAINI. Dan ada juga group-group musik panting yang lain. Tetapi sekarang ini seiring dengan adanya perkembangan zaman group musik panting menjadi semakin sedikit bahkan jarang ditemui.

D. ALAT-ALAT MUSIK PANTING

alat musik pantingAlat-alat musik panting terdiri dari :
a. Panting, alat musik yang berbentuk seperti gabus Arab tetapi lebih kecil dan memiliki senar. Panting dimainkan dengan cara dipetik.
b. Babun, alat musik yang terbuat dari kayu berbentuk bulat, ditengahnya terdapat lubang, dan di sisi kanan dan kirinya dilapisi dengan kulit yang berasal dari kulit kambing. Babun dimainkan dengan cara dipukul.
c. Gong, biasanya terbuat dari aluminium berbentuk bulat dan ditengahnya terdapat benjolan berbentuk bulat. Gong dimainkan dengan cara dipukul.
d. Biola, sejenis alat gesek.
e. Suling bambu, dimainkan dengan cara ditiup.
f. Ketipak, bentuknya mirip tarbang tetapi ukurannya lebih kecil, dan kedua sisinya dilapisi dengan kulit.
g. Tamburin, alat musik pukul yang terbuat dari logam tipis dan biasanya masyarakat Banjar menyebut tamburin dengan nama guguncai.

E. CARA PENYAJIAN MUSIK PANTING

Menurut cara penyajiannya panting termasuk jenis musik ansambel campuran. Karena terdiri dari berbagai jenis alat musik. Dalam pertunjukan musik panting, biasanya jumlah pantingnya sebanyak 3 buah dan ditambah alat-alat musik lainnya. Musik panting disebut juga dengan nama japin apabila penyajiannnya diiringi dengan tarian. Musik panting disajikan dengan lagu-lagu yang biasanya bersyair pantun. Pantun tersebut berisi nasehat ataupun pantun petuah, dan pantun jenaka. Lagu yang dinyanyikan monotor, yang artinya musik tersebut dinyanyikan tanpa ada reff. Pemain musik panting memainkan musik tersebut dengan cara duduk, para pemain laki-laki duduk dengan bersila, sedangkan pemain perempuan duduk dengan bertelimpuh. Para pemain musik panting pada umumnya mengenakan pakaian Banjar. Yang laki-laki mengenakan peci sebagai tutup kepala sedangkan pemain perempuan menggunakan kerudung.

F FUNGSI MUSIK PANTING

Musik panting mempunyai fungsi sebagai :
1. Sebagai hiburan, karena musiknya dan syair-syairnya yang terkadang jenaka dan dapat menghibur orang banyak. Oleh karena itu, musik panting sering digunakan pada acara perkawinan.
2. Sebagai sarana pendidikan, karena didalam musik panting syainya berisi tentang nasehat-nasehat dan petuah.
3. Sebagai musik yang memiliki nilai-nilai agama, karena musik-musiknya mengandung unsur-unsur agama.
4. Untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama warga masyarakat.
5. Sebagai kesenian musik tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan.

Selasa, 29 September 2009

BADUDUS
ACARA BAMANDI-MANDI PENGANTEN BANJAR
Acara Badudus adalah suatu acara adat masyarakat Banjar yang sampai sekarang ini masih tumbuh dan hidup dalam masyarakat Banjar. Tempo dulu Badudus merupakan acara penobatan seorang Raja. Acara ini hanya diselenggarakan oleh keturunan raja – raja saja yakni keturunan dari raja – raja Kerajaan Negara Dipa dan Kerajaan Daha, dan yang dapat menghadiri acara tersebut adalah hanya terbatas kepada seluruh keluarga saja. Setelah tidak ada lagi kerajaan di Tanah Banjar (tahun 1860 ) maka acara ini bergeser menjadi acara mandi – mandi Pengantin Banjar. Penyelenggaraan Badudus dilaksanakan oleh kedua pengantin. Dalam acara ini disediakan sesaji 41 macam kue dan minyak likat buburih yaitu bunga – bungaan yang dimasak dengan minyak kelapa dan lilin serta ditambah dengan minyak wangi. Acara badudus ini umumnya dimeriahkan dengan menyuguhkan lagu – lagu Banjar.****
( Arsyasd Indradi )
BALULUS
Balulus bahasa Banjar Kuala badudus. Balulus adalah acara bamandi-mandi bagi wanita yang hamil pertama dan usia kehamilannya mencapai tujuh.bulan. Balulus ini tujuannya agar si ibu dapat melahirkan dengan mudah tidak ada halangan dan rintangan serta si bayi lahir sempurna tanpa cacat.
Dahulu pada abad ke-18 (sekitar tahun 1860) Balulus atau badudus dilaksanakan oleh pihak keluarga kerajaan Negara Dipa dan Daha. Pada masa itu, acara bamandi-mandi ini dilaksanakan sebelum seorang dinobatkan menjadi Raja. Tujuannya agar si Raja yang baru dinobatkan dapat menjalankan pemerintahan dengan baik , bersih dari korupsi atau tindakan yang tidak baik lainnya, berlaku adil, dan memikirkan kepentingan rakyat banyak..
Dalam acara balulus ini disediakan sesaji 41 macam kue dan minyak likat buburih yaitu bunga – bungaan yang dimasak dengan minyak kelapa dan lilin serta ditambah dengan minyak wangi.
(Fahrurraji Asmuni)

Sabtu, 26 September 2009

Maulid Barzanji

MAULID BARZANJI
Al-Barzanji adalah karya tulis berupa prosa dan sajak yang isinya bertutur
tentang biografi Muhammad, mencakup *nasab*-nya (silsilah), kehidupannya
dari masa kanak-kanak hingga menjadi rasul. Selain itu, juga mengisahkan
sifat-sifat mulia yang dimilikinya, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan
teladan manusia.
Judul aslinya adalah *’Iqd al-Jawahir *(Kalung Permata). Namun, dalam
perkembangannya, nama pengarangnyalah yang lebih masyhur disebut, yaitu
Syekh Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad al-Barzanji. Dia seorang
sufi yang lahir di Madinah pada 1690 M dan meninggal pada 1766 M.
*Relasi Berjanji dan Muludan
*Ada catatan menarik dari Nico Captein, seorang orientalis dari Universitas
Leiden, dalam bukunya yang berjudul *Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad
SAW *(INIS,
1994). Menurutnya, Maulid Nabi pada mulanya adalah perayaan kaum Syi’ah
Fatimiyah (909-117 M) di Mesir untuk menegaskan kepada publik bahwa dinasti
tersebut benar-benar keturunan Nabi. Bisa dibilang, ada nuansa politis di
balik perayaannya.
Dari kalangan Sunni, pertama kali diselenggarakan di Suriah oleh Nuruddin
pada abad XI. Pada abad itu juga Maulid digelar di Mosul Irak, Mekkah dan
seluruh penjuru Islam. Kendati demikian, tidak sedikit pula yang menolak
memperingati karena dinilai *bid’ah *(mengada-ada dalam beribadah).
Adapun Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi yang dikenal sebagai perintis peringatan
Maulid, sebenarnya hanya berperan menghidupkan kembali atau merevitalisasi
Maulid yang pernah ada pada masa Dinasti Fatimiyah. Tujuannya, membangkitkan
semangat *jihad *(perjuangan) dan *ittihad *(persatuan) tentara Islam
melawan *crusaders *(Pasukan Salib) yang saat itu memang memerlukan
keteguhan dan keteladanan. Dari itulah muncul anggapan, Shalahuddin adalah
penggagas dan peletak dasar peringatan Maulid Nabi.
Adapun historisitas al-Barzanji berawal dari lomba menulis riwayat dan
puji-pujian kepada Nabi yang diselenggarakan Shalahuddin pada 580 H/1184 M.
Dalam kompetisi itu, karya indah Syekh Ja`far al-Barzanji tampil sebagai
yang terbaik. Sejak itulah Kitab Al-Barzanji mulai disosialisasikan.
Di Indonesia, tradisi Berjanjen bukan hal baru, terlebih di kalangan
*Nahdliyyin
*(sebutan untuk warga NU). Berjanjen tidak hanya dilakukan pada peringatan
Maulid Nabi, namun kerap diselenggarakan pula pada tiap malam Jumat, pada
upacara kelahiran, *akikah *dan potong rambut, pernikahan, syukuran, dan
upacara lainnya. Bahkan, pada sebagian besar pesantren, Berjanjen telah
menjadi kurikulum wajib.
Selain al-Barzanji, terdapat pula kitab-kitab sejenis yang juga bertutur
tentang kehidupan dan kepribadian Nabi. Misalnya, kitab
*Shimthual-Durar, karya al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi (Syair Maulud Al-Habsy),
*al-Burdah, karya al-Bushiri dan
*al-Diba, karya Abdurrahman al-Diba’iy.
*Inovasi Baru
*Esensi Maulid adalah penghijauan sejarah dan penyegaran ketokohan Nabi
sebagai satu-satunya idola teladan yang seluruh ajarannya harus dibumikan.
Figur idola menjadi miniatur dari idealisme, kristalisasi dari berbagai
falsafah hidup yang diyakini. Penghijauan sejarah dan penyegaran ketokohan
itu dapat dilakukan kapan pun, termasuk di bulan Rabi’ul Awwal.
Kaitannya dengan kebangsaan, identitas dan nasionalisme seseorang akan lahir
jika ia membaca sejarah bangsanya. Begitu pula identitas sebagai penganut
agama akan ditemukan (di antaranya) melalui sejarah agamanya. Dan, dibacanya
Kitab al-Barzanji merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan esensial
itu, yakni ‘menghidupkan’ tokoh idola melalui teks-teks sejarah.
Permasalahannya sekarang, sudahkah pelaku Berjanjen memahami bait-bait indah
al-Barzanji sehingga menjadikannya ispirator dan motivator keteladanan?
Barangkali, bagi kalangan santri, mereka dapat dengan mudah memahami makna
tiap baitnya karena (sedikit banyak) telah mengerti bahasa Arab. Ditambah
kajian khusus terhadap referensi penjelas *(syarh) *dari al-Barzanji, yaitu
kitab *Madarij al-Shu’ud *karya al-Nawawi al-Bantani, menjadikan pemahaman
mereka semakin komprehensif.
Bagaimana dengan masyarakat awam? Tentu mereka tidak bisa seperti itu.
Karena mereka memang tidak menguasai bahasa Arab. Yang mereka tahu, kitab
itu bertutur tentang sejarah Nabi tanpa mengerti detail isinya. Akibatnya,
penjiwaan dan penghayatan makna al-Barzanji sebagai inspirator dan motivator
hidup menjadi tereduksi oleh rangkaian ritual simbolik yang tersakralkan.
Barangkali, kita perlu berinovasi agar pesan-pesan profetik di balik bait
al-Barzanji menjadi tersampaikan kepada pelakunya (terutama masyarakat awam)
secara utuh menyeluruh. Namun, ini tidaklah mudah. Dibutuhkan penerjemah
yang andal dan sastrawan-sastrawan ulung untuk mengemas bahasa al-Barzanji
ke dalam konteks bahasa kekinian dan kedisinian. Selain itu, juga
mempertimbangkan kesiapan masyarakat menerima inovasi baru terhadap
aktivitas yang kadung tersakralkan itu.
Inovasi dapat diimplementasikan dengan menerjemahkan dan menekankan aspek
keteladan. Dilakukan secara gradual pasca-membaca dan melantunkan syair
al-Barzanji. Atau mungkin dengan kemasan baru yang tidak banyak menyertakan
bahasa Arab, kecuali lantunan shalawat dan ayat-ayat suci, seperti
dipertunjukkan W.S. Rendra, Ken Zuraida (istri Rendra), dan kawan-kawan pada
Pentas Shalawat Barzanji pada 12-14 Mei 2003 di Stadion Tennis Indoor,
Senayan, Jakarta.
Sebagai pungkasan, semoga Barzanji tidak hanya menjadi ‘lagu wajib’ dalam
upacara, tapi (yang penting) juga mampu menggerakkan pikiran, hati,
pandangan hidup serta sikap kita untuk menjadi lebih baik sebagaimana Nabi.
Dan semoga, Maulid dapat mengentaskan kita dari keterpurukan sebagaimana
Shalahuddin Al-Ayubi sukses membangkitkan semangat tentaranya hingga menang
dalam pertempuran.
Di Kalsel albarzanji sekarang jarang dibacakan.
Ditulis ulang oleh_Awiiier,
________________________________________

Selasa, 15 September 2009

KISDAP : ARAB TABUKAH

ARAB TABUKAH

Di nagri Arab ada saurang laki-laki gagah parkasa ba ngaran Hapuk Hancik. Sidin naini baisi napsu sik sing kuatan. Bila malihat bibinian pasti tabangun si Anang Kulalilnya.Hanyar malihat muhanya , apalagi talihat batisnya nang putih maginnya ai mangatiting sanjatanya. Nang bini aja kada tahan mahadapi. Tapaksa ulih nang bini disuruh lagi babini ka lain.Napa nang bini siang malam kada sing rantian ditumbuknya. Parnah haja saharian kada bamasak, napa nang laki minta nangitu tarus. Ngaran laki tapaksa-ai dilayani.
Nah, limbah dibiniakan, satumat haja sarak. Bini nang hanyar kada tahan manyandang. Tiap hari diunyai Si Arab. Tahambur galung.Ulih nang bini dicariakan bibinian nang bujang. Tarnyata kada tahan jua.Bini nang bujang naitu manangis-nangis minta sarak . Napa ampun bibinian naitu sampat wawah dan dijahit di rumah sakit. Pukuknya si Arab naitu rancak banar kawin sarak.
Karana bibinian di nagri Arab naitu kada nang tahannya manyandang gampuran si Hapuk Hancik. Balalu sidin tulak ka Amerika, Afrika, Eropa, Cina, sampai ka Malaysia. Tarnyata bibinian di nagri naitu kada nang tahannya mahadapi.Karana kaparkasaannya dalam hal kijuk-mangijuk ulih para parsatuan lahung dunia (Palania ) si Hapuk Hancik dianugarahi galar “ King Kijuk Terhebat di Dunia “
Dangan galar naitu sidin tarus-manarus handak mangalahan bibinian dalam hal bakijuk. Pukuk satiap nagara mana haja di datangi sidin.
Lalu sampai habar lawan Raja Kijuk bahawa di Hulu Sungai ,Kalimantan Salatan , ada saurang bibini nang bagalar Ratu Kimut. Bibini naini digalari Ratu Kimut lantaran harat mangapit. Banyak lalakian nang mangawini sidin tapaksa manyarak karana sanjatanya limpih, ada jua nang patah. Malahan babarapa urang nang busak-busak handak lamas. Napa kapala lalakian nang ada muhanya naitu dimasukkan ka dalam alat Ratu Kimut lirup-lirup masuk kada tasangkut.Dirandam satumat, napa kada kawa bahinak. Pukuknya lalakian nang suah babini lawan si Raja Kimut naitu jara Saumur hidup.
Raja Kijuk dari Arab nampaknya mandapat lawan nang saimbang. Lalu raja naitu mancari di mana Ratu Kimut badiam.Satalah batamuan langsung badatang,kamudian kawin pada hari nang ditantuakan.
Pada malam partama lapangan sudah disiapakan. Si Arab nang bagalar Raja Kijuk rasa kada tahan lagi maarit napsunya. Handak banar sudah bakukudaan lawan bibininya. Ujar nag bini kaina dahulu abahnya-ai.Kita bapapandiran dahulu.
“ Kanapa pian ka,jauh-jauh dari Arab sana mangawini ulun nang diam diunjut naini” ujar nang bini (ratu kimut) batakun.
“ Ka, mancari lawan tanding nang saimbang,” sahut nang laki (raja kijuk )
“ Malihat pang pakakas pian” ujar nang bini.
Lalu nang laki maungkai. Uma-uma ganalnya,kaya tampaha.Pantas bibinian takutanan.
“Ampunmu pang ding kaya apa ? “
Balalu nang bini maungkai. Malihat bandanya biasa haja kaya ampun bibinian nang lainnya, tatawa nang laki.
“ Bujur haja halus,tagal harat,” ujar nang bini.” Amun kaka handak bukti, ambilakan kuminting sapuluh biji di dapur.” Ujar nang bini.
Limbah diambilakan nang laki diunjuk lawan nang bini. Ulih nang bini kasapuluh kuminting naitu dimasukkan ka dalam pakakasnya.Babunyi rakup-rakup.Sakali kaluar kuminting tadi hancur jadi galapung. Malihat kajadian itu nang laki barsal dari Arab nang bagalar raja kijuk kada sing bunyian. Siim.
Ujar nang bini,cuba ambilakan nyiur babigi nang balum bakuyak di dapur. Limbah diambilakan, dimasukan nang bini ka dalam pakakasnya. Mancirup tinggalam, kada lawas nyiut tadi kaluar jadi santan. Malihat paristiwa naini si Arab nang bagalar raja kijuk naitu bukah, bulik kada sing padahan




Kamis, 10 September 2009

TANGLONG DI AMUNTAI

Tadi malam,9 -9-2009,malam ke-20 Ramadan 1430 H diadakan acara arak Tanglong,pesertanya dari kampung atau kelurahan se-Amuntai Tengah.Acara tahun ini lebih meriah dari tahun yang lalu.Jalan-jalan penuh dengan orang-orang sehingga sukar untuk lewat.Mercon Kembang Api berseleweran di udara.Menambah meriah acara tersebut.

PERKAWINAN BANJAR

ADAT PERKAWINAN BANJAR
BASASULUH
Berasal dari kata suluh, merupakan proses pencarian informasi mengenai gadis yang diinginkan, hal ini dilakukan secara diam-diam oleh pihak pria. Pada masa lalu perkawinan lazim atas perjodohan atau pilihan orangtua, sehingga tradisi semacam ini merupakan keharusan. Biasanya dilanjutkan dengan “Batatakun” yaitu pencarian informasi secara terbuka melalui kedua pihak keluarga, dengan tujuan meyakinkan perihal asal-usul keluarga, kemampuan ekonomi, dan seterusnya.
BADATANG
Acara meminang secara resmi oleh keluarga calon mempelai wanita. Secara tradisi, dalam acara ini terjadi dialog dengan bahasa Banjar serta diisi dengan berbalas pantun antar dua keluarga. Apabila lamaran diterima, kemudian ditetapkan beberapa kesepakatan antara lain mengenai besarnya jujuean (mas kawin), hari mengantarkan mas kawin, serta menetapkan hari perkawinan.
MAANTAR JUJURAN ATAU MAANTAR PATALIAN
Sebagai pangikat atau bukti telah bertunangan, calon mempelai pria haus memberikan “jujuran/patalian” atau oleh-oleh kepada calon mempelai wanita. Benda-benda patalian diantaranya berupa seperangkat perlengkapan tata rias, wangi-wangian, perlengkapan kamar tidur, perhiasaan dan sejumlah uang.
Mataar Patalian ini dilakukan oleh rombongan yang terdiri dari ibu-ibu sebanyak sepuluh sampai dua puluh orang dan bisanya diterima dengan upacara sederhana. Kesempatan ini digunakan oleh keluarga untuk mengumumkan kepada para tamu tentang hubungan calon pengantin yang disebut balarangan atau bertunangan. Dalam acara tersebut kedua calon penganin harus dihadirkan.
BAPINGIT
Merupakan salah satu tahap yang harus dilewati oleh seorang gadis menjelang hari pernikahannya. Intinya, calon pengantin wanita “dikurung” selama seminggu dengan maksud untuk menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Sesuai perkembangan masa, acara bapingit kini dipersingkat antara dua sampai tiga hari saja. Pada masa bapingit calon mempelai wanita tidak diperkenankan dikunjungi oleh calon mempelai pria atau pemuda lainnya.
Selama masa bapingit calon pengantin wanita benar-benar harus mempersiapkan lahir dan batin untuk mengarungi mahligai rumah tangga. Kegiatan yang dilakukan dalam masa bapingit adalah :
a.Batamat Quran
Karena mayoritas suku Banjar beragama Islam, maka ketaatan calon mempelai wanita dalam menjalankan ibadahnya akan ‘diuji’ melalui prosesi Batamat Qur’an, yakni menamatkan pembacaan kitab suci Al Qur’an disaksikan oleh guru mengaji dan kaum kerabat.
b.Bakasai dan batimung
Inilah saat intensif melakukan perawatan dan membersihkan diri calon mempelai wanita agar terlihat cantik dan segar. Sesuai tradisi, ritual perawatan menggunakan ramuan khusus berupa ‘kasai’ yakni semacam cairan pembersih dari beras ketan yang telah digoreng kering secara berulang-ulang. Selain itu calon pengentin melakukan ritual mandi uap air wewangian, dalam istilah Banjar disebut Batimung, agar pada hari pernikahan tubuh menjadi bersih dan tidak banyak mengeluarkan keringat.
c. Bapacar atau bainai
Ritual menghias kuku dengan pacar atau inai yang ditumbuk halus, sehingga meninggalkan warna merah. Prosesi bainai semacam ini juga menjadi tradisi kalangan masyarakat Minang maupun Betawi.
BADUDUS
Merupakan prosesi mandi intuk mneyucikan diri calon pengantin. Menggunakan air dicampur bunga-bunga dan air jeruk, dilengkapi dengan mayang dan air kelapa gading. Prosesi badudus dilakukan selepas bapingit, dua atau tiga hari sebelum upacara perkawinan. Ritual tersebut bisa dijalankan serentak oleh kedua calon pengantin atau dirumahnya masing-masing. Untuk memandikan dipilih 5 atau 7 orang wanita tua dari keluarga terdekat.
Rangkaian prosesi ini diwarnai dengan detil perlengkapan dan dekorasi berwarna kuning. Antara lain pada ‘lalangitan’ berupa kain kuning yang direntangkan pada bagian atas lokasi berlangsungnya prosesi. Bagi masyarakat Banjar, warna kuning selain merupakan warna yang memiliki arti kebesaran dan keluhuran, juga dipercaya bisa menjadi ‘alat’ untuk melindungi dari pengaruh roh jahat. Dengan demikian, calon pengantin juga memakai sarung warna kuning saat melakukan ritual badudus untuk ‘melindungi’ dari hal-hal buruk yang tak diinginkan.
Acara adat badudus juga disertai oleh perlengkapan yang sarat akan makna. Antara lain tebu kuning melambangkan harapan agar kehidupan rumah tangga selalu manis dan teguh, daun beringin sebagai lambang pengayoman, daun kambat sebagai penolak bala, daun linjuang sebagai penolak setan, ketupat berbentuk burung agar calon pengantin bisa terbang tinggi mencapai harapan rumah tangga. Disertakan pula pagar mayang sebagai pembawa keberuntungan dan penangkal segala yang buruk. Acara badudus diakhiri dengan pembacaan doa selamat dan batamat Al Qur’an bagi calon mempelai wanita maupun pria.
AKAD NIKAH
dalam pengertian orang Banjar, terdapat perbedaan nikah dengan kawin. Nikah dilakukan didepan penghulu sesuai dengan aturan agama, sedangka kawin dilakukakan setelah nikah, sewaktu pengantin pria secara resmi diantar ramai-ramai menuju ke rumah pengantin wanita. Prosesi perkawinan adat Banjar secara garis besar meliputi tiga bagian, yakni Manurunkan pengantin laki-laki, Maarak pengantin laki-laki, dan Mempelai Batatai Bapalimbaian.
MANURUNKAN DAN MAARAK PENGANTIN LAKI-LAKI
Metupakan upacara di rumah pihak keluarga pengantin laki-laki untuk dipersiapkan dibawa kerumah mempelai wanita. Diawali dengan doa dan selamat kecil, kemudian mempelai pria turun keluar rumah sambil mengucap doa keselamatan diiringi Shalawat Nabi oleh para sesepuh serta taburan beras kuning sebagai penangkal bala dan bahaya. Meski acara tampak sederhana dan sangat mudah namun acara ini harus dilakukan, mengingat pada masa-masa lalu tak jarang menjelang keberangkatan mempelai pria mendadak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang berakibat gagalnya upacara pernikahan.
Doa dan harapan keselamatan telah ditadahkan oleh kedua tangan, kemudian rombongan pengantin menuju kediaman mempelai wanita. Beberapa puluh meter di depan rumah mempelai wanita, berbagai macam kesenian akan ditampilkan menyambut kehadiran rombongan pihak pengantin pria. Diantaranya, Sinoman Hadrah (seni tari masal sambil mempermainkan bendera-bendera diiringi pukulan rebana), Kuda Gepang(hampir sama dengan kuda lumping), juga musik Bamban (sejenis Tanjidor Betawi). Mempelai pria melewati barisan Sinoman Hadrah, dilindungi oleh Payung Ubur-Ubur yang akan terus berputar-putar melindungi pengantin sambil rombongan bergerak menuju rumah mempelai wanita.
PENGANTIN BATATAI
Kedatangan mempelai pria ke rumah mempelai wanita untuk “bertatai” atau duduk bersanding, adalah puncak dari setiap upacara perkawinan Banjar. Acara ini terdiri dari beberapa versiberdasarkan kebiasaan masing-masing sub-etnis.
c.1. Versi Banjar Kuala
Mempelai laki-laki memasuki rumah mempelai wanita dan langsung menuju kamar mempelai wanita untuk menjemputnya dan kembali menuju Balai Patataian yang biasanya terletak diruangan tengah untuk duduk bersanding(batatai). Prosesi yang harus dilakukan :
= Bahurup Palimbaian ; sewaktu masih dalam posisi berdiri kedua mempelai bertukat bunga tangan.
Maknanya : kedua mempelai optimis terhadap hari-hari mendatang yang akan mereka jalani dengan penuh keceriaan, bagai harumnya bunga tangan mereka.
= Bahurup Sasuap ; kedua mempelai duduk bersanding lalu saling menyuapkan sekapur sirih (terdiri dari sirih, pinang, kapur, gambir).
Maknanya : mereka sudah saling membulatkan tekad untuk menempuh pahit, getir, manis dan perihnya kehidupan dan mengatasinya dengan seia sekata.
= Bakakumur ; setelah mengunyah sekapur sirih, kedua mempelai berkumur dengan air putih, lalu air bekas kumur dibuang ke dalam tempolong.
Maknanya : segala hal yang kurang baik segera di buang, sehingga dalam memasuki perkawinan kedua mempelai dalam kondisi bersih dan ikhlas.
= Batimbai Lakatan ; mempelai wanita melemparkan segenggan nasi ketan ke pangkuan mempelai pria, lalu oleh mempelai pria dilemparkan kembali ke pangkuan mempelai wanita.
Maknanya : Agar tali perkawinan yang mereka bina sedemikian erat, dapat memberikan keturunan yang baik dan unggul. Sekanjutnya nasi ketan tadi dilemparkan ke hadirin untk diperebutkan oleh para remaja putrid. Dipercaya remaja yang mendapatkan nasi ketan tersebut akan cepat mendapat pasangan.
= Batapung atau batutungkal ; para tertua dari kedua keluarga memberikan sentuhan dengan memercikan ramuan (air bunga, minyak likat baboreh dan minyak wangi) pada ubun-ubun , bahu kiri dan kanan, dan pangkuan mempelai.
Maknanya : agar perjalanan perkawinan mempelai selalu mendapat dukungan , bimbingan dan berkah dari pihak keluarga serta pinisepuh.
c.2. Versi Banjar Pahuluan (1)
Mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita disambut dengan Shalawat Nabi dan taburan beras kuning, mempelai wanita telah diambang pintu, kemudian mereka bersama-sama dibawa untuk duduk bersanding di atas Geta Kencana, sejenis tempat peraduan (tempat tidur). Prosesi selanjutnya hampir sama denga versi Banjar Kuala.
c.3. Versi Banjar Pahuluan (2)
Mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita disambut dengan Shalawat Nabi dan taburan beras kuning. Di depan pintu telah menanti mempelai wanita, dan kemudian kedua mempelai dibawa menuju Balai Laki dengan berjalan kaki maupun dengan cara Usung Ginggong. Selama bersanding di Balai Laki, kedua mempelai menyaksikan atraksi kesenian, dan harus menerima godaan atau olok-olok dari undangan yang hadir dengan senyum. Setelah selesai pasangan dibawa kembali ke rumah mempelai wanita diiringi tetabuhan kesenian tradisional.
Source: Majalah Mahligai dan berbagai sumber

Senin, 26 Januari 2009

Cerita Bahasa Banjar

Fahrurraji Asmuni :


DASAR KADA MAU KALAH

Si Anang, urangnya pintar pandir, rancak mampakalah kawan. Nang rancak tapakalah adalah Si Udin dan Si Amat.
Suatu hari Si Udin dan Si Amat duduk di atas jambatan, kada lawas datang Si Anang.
“ Mahadangi siapa ikam ,dudukan di atas jambatan naini,” ujar Udin manager.
“ Mahadangi situ pang, “ ujar Amat.
“O, jadi mahadangi akulah. Handak kamanaan garang jadi mahadangi aku,” ujar Anang manyahuti.
“ Handak mam bawa-i ka pasar, “ sahut Udin.
“ Ka pasar mana ? “ takun Anang.
“ Ka pasar bawah banyu. Di bawah jambatan ni ada pasar.” Imbah basuara kaya itu, lalu ai Si Amat mamacul baju, mamacul salawar, tatinggal salawar dalam haja lagi. Buuuur ! inya batajun ka banyu mulai atas jambatan. Banyalam sing lawasan.Kamudian mancungul timbul, naik ka tabing mambawa hintalu dua bigi.Malihat Si Amat mambawa hintalu dari banyalam tadi, buuur Si Udin batajun jua. Kada lawas timbul, inya naik ka tabing mambawa pais dua buting sing ganalan.
Malihat bukti nyata naitu kada bapikir panjang lagi, buuuur Si Anang batajun, banyalam ka dalam banyu.Mambarabuak banyu. Lalu ai timbul Si Anang mahancap naik ka tabing. Muhanya baluka-luka, mumui darah.
“ Hapus tu, tahangkup tunggul tu di bawah banyu,” ujar Si Udin.
“ Itu tu balasannya talalu mampakalah kawan,” ujar Si Amat.
“ Aku kada tahangkup tunggul , aku dipukuli urang di pasar bawah banyu tu tadi. Aku dipadahakan urang maling nang mancuntan hintalu lawan pais. Ujar ku , aku kada maling. Nang maling tu kawanku Si Udin lawan Si Amat. Ujar urang di pasar bawah banyu naitu kiyaw kawan ikam naitu, suruh ka sini, akan kami pukuli sampai mati,kaina inya tabiasa bacuntan-cuntan ampun urang , lalu ai aku mahanap naik ka tabing,” ujar Si Anang.
“ Ah, dasar kada mau kalah,” ujar Si Udin dan Si Amat tapaimbai basuara.



MAULAH GUGUDUH BATILANJANG

Haji Ibus himung banar baisi manantu bibini nang bungas.Bujur haja urang kampung tapi manantu sidin naitu bisa banar bamasak-masak dan taat lawan mintuha.Apa nang disuruh digawinya.
Haji Ibus lawas dah handak mamakan guduh.Balalu ai sidin manukar pisang pinurun sanyak lima sikat, maka pisang nang ditukar naitu ganal-ganal. Pukuknya kalu disanga puas tu pang mamakannya. Ganal riga.
“ Luh ! Luh ! Aku handak banar mamakan guguduh ulahan ikam. Maulah guguduh batilanjang Luh-lah,” ujar Haji Ibus.
“ Inggih, Bah-ai ! ujar Aluh manyahuti.Bagagas Aluh ka dapur : nyalakan kompor, tanggar rinjing , tumpah minyak lamak ka rinjing, kupas pisang, ambil galapung, dsb. Rahatan asyik bagawi maulah guguduh, hamper kalumpanan awan pasan mintuha yaitu maulah guguduh batilanjang. Lalu ai Si Aluh mahancap mamacul baju, mamacul tapih,mamacul biha, mamacul cawat. Kalihatan awak samunyaan manampurak putih.
“ Sir,sir ! “ Tadangar bunyi pisang tanyalam ka dalam rinjing nang panas. Baunya mandangur masuk ka hidung Haji Ibus nang rahatan duduk di ruang tamu sambil mambaca surat kabar.
Karna kada tahan lagi ma-arit liur, lalu-ai sidin ka dapur handak mamakan guguduh nang panas ulahan minantu. Sasampai di dapur, takajut Haji ibus malihat lalakun manantu.” “Astaga, napa ikam hajat Luh jadi batilanjang, “ ujar Haji Ibus batakun.
“ Pian kalu Bah, nang manyuruh,” sahut Si Aluh.
“ Ikam salah paham Luh-ai, maksudku bukan ikam nang batilanjang, tapi guguduhnya,” ujar Haji Ibus kirip-kirip mata malihat awak manantu putih mulus.
“ Maksud Abah ? “ ujar Aluh kada mangarti.
“ Maulah guguduh batilanjang tu artinya maulah guguduh kada bagalapung, pisang wara nang disanga,” ujar Haji Ibus manjalasakan.
“ Uh…” lalu ai Si Aluh mahancap ma-ambil dan mamuruk cawat, baju,biha,dan tapih sahingga tatutup sudah barang-barang antiknya. Amun lambat manutup, kalu-kalu mintuhanya tahilap, maka tabaraurangan badudua-an haja di rumah.Nang lainnya tulakan ka pangantinan.


APAM KANDAL

Dua tahun nang lalu aku tulak ka Barabai bajalanan ka wadah kawan.Sabalum bulik aku singgah di urang bajual apam. Urang Banjar samunyaan tahu bahawa apam Barabai naitu tipis, manis, dan enak kalu dimakan. Karana rasa ingin tahu mangapa apam Barabai naitu dibuat/diulah tipis kada kaya apam daerah lain.Aku pun batakun lawan nang bajual apam naitu. Tabaraungan nang bajual apam naitu bibinian, lamak mungkal awal, bungas lagi putih awaknya.
“ Kanapa apam Barabai naini tipis ? “ ujarku batakun.
“ Amun handak apam kandal nang di rumah , “ ujar nang bajual manyahuti.
“ Apam di rumah siapa,” ujarku ma-anyaki
“ Nang di rumah situ pang,”
“ Kalu ai apa ampun situ,” ujarku balantih pandir. Tiwas dimulai pandir manyarimpit-nyarimpit. “ Apam nang di rumah tu rancak dah marasai.Handak marasai apam Barabai pulang,” ujarku manambahi pandir. Tabaraungan urang pina sunyi. Kami hanya badudua-an. Ai liih, napa tii bakalan tarjadi.
“ Maksud hampian ?” ujar nang bajual manakuni.
“Apam Barabai nang tipis haja,”sahutku.
“ Kada apam nang kandalkah, aku ni lawas dah balu,” ujar manyahuti.
Hi, angin sigar batiup. Ih, imanku diuji. Untung nang ditawari naini urang nang kada liur baungan. Jaka liur baungan kayapakah akhir caritanya.
“ Aku handak apam nang tipis haja gasan sangu bulik,” ujarku.
“ Ka mana pian bulik ?”
“ Ka Amuntai Luh-ai ?”
Lalu nang bajual apam naitu maunjuki aku apam tiga bungkus.Gratis.
“ Kaina amun ka Barabai singgah ka rumah,” ujarnya tanpa mambari alamat.
“ Insya Allah.” Sahutku lalu barangkat maninggalakan si penjual apam itu.
“ Kaya apa handak ba-ilang di alamat rumahnya haja kada tahu.”, ujarku manggarunum.
Sampai wayahini aku masih tangiang ucapan Si Panjual apam naitu. Apam nang kandal, apam nang di rumah.

Amntai, 25 Januari 2009.